Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

H.M. Arsyad Sanusi

Sosok Peramah dan Menolong Siapa Saja
H.M. Arsyad Sanusi adalah seorang peramah dan senang menolong siapa saja yang ditemuinya. Tak heran jika dia disenangi dan diakrabi oleh siapa saja. Selain itu, dia kaya akan literatur khususnya terkait literatur seputar hukum, sebab dia gemar mencari dan membaca buku, baik di rumah, kantor, dan tempat-tempat lain. Buktinya, dia punya perpustakaan pribadi yang besar sebagai tempat koleksi buku-buku pribadinya.
Demikian yang sampaikan oleh H.M. Ali Abbas, SH. MH. rekan sekolahnya di Sekolah Hakim dan Jaksa Makassar tahun 1960 hingga tahun 1964, bahwa Arsyad Sanusi adalah sosok yang rajin dan betul-betul mau belajar. Dengan keinginannya yang kuat tersebut, sehingga membuahkan sebuah keberhasilan dan jenjang karir yang luar biasa. Sejak kami sama-sama di Sekolah Hakim dan Jaksa, dia sudah sering keluar daerah dan bahkan keluar negeri mewakili pemain olahraga nasional bidang tenis meja hingga menjadi pelatih nasional. Karena dia adalah pelatih nasional, maka waktu itu, dia akrab dengan Sultan Hamengkubuwono IX yang saat itu menjabat sebagai ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). “Saya kenal dengan beliau sejak sama-sama di Sekolah Hakim dan Jaksa. Kami sering sama-sama belajar baik di asrama sekolah maupun di Santikis atau asrama tentara tempat kakaknya yang tentara,” katanya kepada Tempo saat ditemui di kantornya jalan Aroepala No. 60 Makassar, Senin (13/12) kemarin.
“Kami punya kelompok studi untuk saling memperingati dalam mengimput ilmu dengan diskusi-diskusi. Misalnya buku baru maka diskusikan bersama,” tambah Ali.
Hal yang sama disampaikan oleh Prof. Dr. Hj. Nurhayati Abbas, SH. MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang juga istri dari H.M. Ali Abbas, SH. MH. bahwa memang saya seangkatan dengan beliau. Karena jumlah angkatan tidak banyak sehingga semua akrab. Sejak di Sekolah Hakim dan Jaksa, saya senang main basket dan beliau senang main tenis meja. Maka sejak di Sekolah di Sekolah Hakim dan Jaksa beliau telah menjadi pemain tenis nasional dan bahkan menjadi pelatih nasional sehingga beliau selalu di kota besar.
Waktu sama-sama kuliah di Universitas Hasanuddin tahun 1964, kami sudah diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Beliau ditempatkan di Pengadilan Tinggi Makassar, sedang saya dan suami saya Ali Abbas di Pengadilan Tinggi Sungguminasa. “Waktu itu, kami sama-sama kuliah. Namun, kadang beliau masuk sore karena disibukkan oleh kasus-kasus yang banyak sedang saya tetap memilih masuk pagi karena di Sungguminasa kasus tidak terlalu banyak,” katanya.
Namun waktu semester akhir, beliau kembali kuliah pagi karena harus mengejar selesai cepat di Universitas Hasanuddin karena sibuk dan kadang tugas diluar kota Makassar yang juga disibukkan sebagai pelatih tenis meja nasional sehingga harus mengatur waktunya dengan baik. “Maka dengan waktunya yang padat, dan harus tetap memiliki prestasi dibidang akademik, sehingga sesibuk apapun terbukti prestasinya tidak akan merosot,” katanya.
Ali menambahkan bahwa semenjak kami saling kenal dan sama-sama, kami selalu cocok dan tidak pernah ada konflik diantara kami. Jika ada sesuatu yang tidak sepaham, maka kami diskusikan dengan beliau. “Kami diskusi dengan pendapat masing-masing dan apapun hasilnya selalu dihargai,” katanya.
Walau kami masing-masing sibuk dengan pekerjaan, namun hubungan persaudaraan kami tetap terjalin. Sebab beliau sangat profesional dengan memisahkan antara urusan keluarga dan urusan dinas. Kami bagaikan saudara kandung, jika beliau ke Makassar pasti yang paling duluan dihubungi adalah saya dan begitu sebaliknya jika saya ke Jakarta. Saat lebaran misalnya, walau tidak saling mengunjungi, kami tetap saling sapa dan silaturahmi lewat telephone. “Jika ada waktu dan kami ketemu, maka paling saya ajak beliau main catur. Sebab tidak mungkin saya ajak main tenis karena pasti kalah. Bahkan siapa yang kalah catur maka dia harus traktir,” katanya.
Namun yang palin berkesan menurut Ali bahwa kami nikah pada waktu yang bersamaan yaitu tanggal 2 februari 1971. Sehingga kami tidak saling mengunjungi waktu itu. Karena orang tua kami sama-sama mau hari yang baik maka diputuskan pada hari yang bersamaan. “Waktu itu, resepsi pernikahan saya di IMMIM dan resepsi beliau di hotel negara,” katanya.
“Ini yang paling berkesan karena kami bagaikan saudara, tiba waktu menikah tidak saling mengunjungi,” katanya.
SYAMSULMARLIN

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar