Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Pemerintah Kesulitan Pengaturan BBM Bersubsidi

MAKASSAR – Pemerintah masih kesulitan mengatur Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bersubsidi. Sebab hingga saat ini, belum ada pengaturan yang jelas oleh pemerintah, sedangkan BBM bersubsidi jumlahnya terbatas. “Sosialisasi ini sebagai langkah awal, dan kami juga akan kerjasama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan untuk premium dan solar,” kata Kepala BPH Migas Tubagus Haryono, saat acara Sosialisasi Pengawasan dan Pengendalian BBM Bersubsidi, di Hotel Grand Clarion Makassar, Kamis (28/4) kemarin.
Menurut Tubagus, sebelumnya pernah ada kerjasama dengan pemerintah daerah untuk khusus untuk minyak tanah. Dan hal ini sudah dilihat hasilnya subsidi minyak tanah dibatasi. Begitupun dengan Premium dan Solar, nantinya akan ada aturan yang pas untuk daerah terkait pengawasan dan pengaturan BBM bersubsidi. “Hal ini diharapkan agar nanti tidak terjadi kelangkaan BBM,” katanya.
Ia menambahkan bahwa selain dikhawatirkan terjadi kelangkaan BBM, juga dilakukan pembatasan khusus subsidi BBM agar beban anggaran pemerintah tidak besar. Subsidi yang besar tapi tidak tepat sasaran akan mengakibatkan beban anggaran semakin besar. “Padahal dananya dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain,” katanya.
Jika diperkirakan secara kasar, jika 1 jita kiloliter, anggaran subsidinya Rp 2 triliyun lebih. Padahal selama ini anggaran untuk subsidi BBM mencapai hingga Rp 39 triliyun. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan peningkatan konsumsi BBM yang merata hampir seluruh Indonesia. “Dugaan kami penyebabnya dulu hitungan kami kenaikan hanya 6 persen, tapi faktanya dilapangan 13 persen,” katanya.
Sehingga ia berharap BBM yang bersubsidi harus tepat sasaran. Misalnya penggunaan BBM bersubsidi lebih banyak dikawasan perkotaan, yang lebih banyak mobil dan motor mewah. Sedangkan dipedalaman BBM jauh lebih mahal, padahal yang menggunakan rata-rata masyarakat ekonomi menengah kebawah. “Ini yang akan diatur, jika sudah mobil mewah tidak usah memakai BBM bersubsidi, karena sudah dianggap mampu,” katanya.
Maka peran SPBU natinya yang dibawahi oleh PT Pertamina, diharapkan dapat melakukan pengawasan. Sebagai bentuk antisipasi agar tidak terjadi kekurangan. Sebab banyak kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi, apakah ditimbun atau diselundupkan. “Padahal telah diatur dalam Peraturan Presiden untuk penggunaan BBM bersubsidi,” katanya.
Untuk Minyak tanah misalnya yang disubsidi, hanya dapat digunakan oleh masyarakat untuk keperluan penerangan dan memasak. Sedangkan untuk premium hanya untuk keperluan transportasi darat, dan begitupun dengan solar misalnya kapal nelayan yang bertonase kecil dapat digunakan solat yang bersubsidi. “Tidak boleh digunakan untuk industry termasuk kapal yang besar. Karena dalam lampiran peraturan tersebut terdapat siapa saja yang dapat menggunakan BBM bersubsidi,” katanya.
Sementara itu, General Manager Fuel Retail Marketing Region VII Pertamina Ferdy Novianto, mengatakan bahwa khusus di Makassar, dalam satu hari premium yang dijual sebanyak 640 ton. Untuk Sulawesi Selatan 2.025 kiloliter per hari. Dan secara keseluruhan Sulawesi sebanyak 4.300 kiloliter dalam satu hari. “Artinya di Sulawesi Selatan hampir 48 persen dari seluruh Sulawesi, meskipun kuotanya seluruh Sulawesi 1,36 juta kiloliter,” katanya.
Khusus penggunaan pertamax yang tidak bersubsidi, pada bulan Januari-Maret 2011 telah mengalami penurunan. Dibanding tahun lalu rata-rata penggunaan dalam satu hari di Sulawesi Selatan mencapai 23 – 25 ton. Dan sekarang turun hingga 17 ton dalam satu hari. “Mungkin akibat naiknya Pertamax yang harganya hampir Rp 9.000 per liter, sehingga banyak pengguna Pertamax yang beralih ke premium yang masih di subsidi,” katanya.
Target tahun ini untuk penjualan pertamax hingga 12 ribu ton. Sedang tahun lalu terealisasi 7.500 ton. Sehingga berharap tahun ini target terealisasi. “Semoga saja harganya tidak naik lagi. Karena ini akibat dari naiknya harga minyak dunia,” katanya.
Langkah selanjutnya yang akan dilakukan selain sosialisasi kepada masyarakat agar menggunakan BBM bersubsidi secara terbatas, Pertamina juga kedepan akan mengurangi stan pembelian BBM bersubsidi. Dan sebaliknya stan pembelian pertamax yang tidak bersubsidi akan diperbanyak. “Agar yang mahal dan tidak bersubsidi tidak antri,” katanya.
Hal ini akan diterapkan pada seluruh SPBU. SPBU di Sulawesi Selatan sebanyak 33, dan ia berharap dapat terealisasi dengan cepat.
Adapun Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Agus Arifin Nu’man, juga mengakui bahwa antisipasi dan pengawasan BBM bersubsidi perlu dilakukan. Meskipun kondisi saat ini masih berjalan, tapi kedepan akan terjadi masalah jika tidak diantisipasi lebih awal. Selain itu, ia juga berharap perlu ada pendataan lebih akurat, tentang berapa jumlah kendaraan di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. “Di jalan Pettarani saja macet, sehingga pendataan ini perlu, dan ini tugas dari Perhubungan dan Kepolisian berapa jumlah kendaraan yang menggunakan BBM,” katanya.
Sehingga ia berharap, selain pengawasan dan pembatasan BBM yang bersubsidi diatur, juga perlu ada pendataan kendaraan. Sebab semakin banyaknya kendaraan maka penggunaan BBM semakin besar. “Belum lagi terjadi macet maka pemakaian bahan bakar pasti lebih banyak,” katanya.
SYAMSULMARLIN

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar